Ilustrasi Depo Pertamina |
Pengusaha Sandiaga Salahuddin Uno melalui pengacaranya, David L Tobing, akhirnya angkat bicara mengenai isu dugaan keterlibatan di proyek depo bahan bakar minyak PT Pertamina.
David mengatakan, kasus ini bermula dari gagalnya pembangunan proyek Depo BBM Satelit A Jakarta, di Balaraja, Tangerang, yang memunculkan pemutusan kontrak Pertamina dengan PT Pandan Wangi Sekartaji pada 2003 dan putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia pada 2007. "Pembangunan ini mulai pada 1996, tapi pada 1997-1998 terkena krisis, sehingga berhenti," kata Tobing di Jakarta, Selasa 21 Desember 2010.
Berdasarkan putusan Badan Arbitrase, gagalnya pembangunan ini mengharuskan Pertamina membayar ganti rugi kepada Pandan Wangi sebesar US$12,8 juta, dengan catatan semua aset depo yang belum jadi ini menjadi milik Pertamina. Ganti rugi ini karena Pandan Wangi telah menyelesaikan pembangunan hingga 30 persen.
Pembayaran termin pertama sebesar US$6,4 juta telah dilakukan Pertamina pada 2009 yang menyebabkan pengalihan seluruh aset non-tanah. Sedangkan pembayaran kedua gagal dilakukan karena sertifikat tanah depo tersebut ternyata ganda. "Sehingga Pertamina sampai saat ini belum bisa menguasai aset tanah itu," katanya.
David mengatakan, sertifikat tanah tanah ini sempat hilang pada 2001. Saat itu, Sandiaga masih menjadi direktur utama Pandan Wangi, kemudian mengundurkan diri pada 2003, dan Edward Seky Soeryadjaya menjadi komisaris di perusahaan itu. Pada tahun itu juga, sertifikat baru diterbitkan. "Terbitnya sertifikat Nomor 32, membuat sertifikat nomor 31 yang hilang batal demi hukum," katanya.
Namun, belakangan, saat Pertamina mau melakukan pembayaran termin kedua, Edward mengaku memiliki sertifikat nomor 31. "Di sini pangkal masalahnya," katanya. "Kenapa tiba-tiba Edward memiliki sertifikat ini?"
Masalah sertifikat tersebut, menurut David, pernah masuk Pengadilan Negeri Bandung. "Di sana Pak Edward menang. Lalu kami banding, dan sekarang sedang menunggu putusan kasasi," katanya.
Kepala Bagian Penerangan Umum Polri, Kombes Pol Boy Rafli Amar, mengatakan bahwa Polri tak mau terpengaruh tekanan politik untuk mengusut dugaan keterlibatan Sandiaga Uno dalam pembangunan depo Balaraja. Boy mengatakan, pengusutan dugaan ini akan tetap berdasarkan alat bukti yang ditemukan.
"Kami tidak mau ada intervensi politik. Penegakan hukum itu berdasarkan alat bukti, saksi, dan fakta. Tidak ada unsur politiknya," kata Boy di Mabes Polri.
David mengatakan, sertifikat tanah tanah ini sempat hilang pada 2001. Saat itu, Sandiaga masih menjadi direktur utama Pandan Wangi, kemudian mengundurkan diri pada 2003, dan Edward Seky Soeryadjaya menjadi komisaris di perusahaan itu. Pada tahun itu juga, sertifikat baru diterbitkan. "Terbitnya sertifikat Nomor 32, membuat sertifikat nomor 31 yang hilang batal demi hukum," katanya.
Namun, belakangan, saat Pertamina mau melakukan pembayaran termin kedua, Edward mengaku memiliki sertifikat nomor 31. "Di sini pangkal masalahnya," katanya. "Kenapa tiba-tiba Edward memiliki sertifikat ini?"
Masalah sertifikat tersebut, menurut David, pernah masuk Pengadilan Negeri Bandung. "Di sana Pak Edward menang. Lalu kami banding, dan sekarang sedang menunggu putusan kasasi," katanya.
Kepala Bagian Penerangan Umum Polri, Kombes Pol Boy Rafli Amar, mengatakan bahwa Polri tak mau terpengaruh tekanan politik untuk mengusut dugaan keterlibatan Sandiaga Uno dalam pembangunan depo Balaraja. Boy mengatakan, pengusutan dugaan ini akan tetap berdasarkan alat bukti yang ditemukan.
"Kami tidak mau ada intervensi politik. Penegakan hukum itu berdasarkan alat bukti, saksi, dan fakta. Tidak ada unsur politiknya," kata Boy di Mabes Polri.
Boy menambahkan, Polri akan berhati-hati mengusut dugaan korupsi tersebut. Selain itu, Boy juga membantah beredarnya berita yang menyatakan Polri telah mengajukan pencekalan terhadap Sandiaga Uno. Polri, kata dia, belum pernah mengajukan permintaan cekal tersebut. "Polri sejauh ini belum pernah mengajukan cekal untuk yang bersangkutan," kata dia.
Sebagaimana diketahui, Sandiaga Uno dilaporkan oleh advokat Eggy Sudjana ke Mabes Polri. Eggy menduga, mantan direktur utama PT Pandan Wangi Sekartaji itu terlibat dalam penggelapan sebesar US$6,4 juta.
Terkait laporan tersebut, Boy mengatakan penyidik Mabes Polri masih melakukan waktu untuk mengusut kebenarannya. "Masih dipelajari," kata dia.
Wakil Presiden Komunikasi Korporat Pertamina, M Harun mengatakan, Pertamina masih akan menunda pembayaran termin kedua, sebesar US$6,4 juta hingga sengketa sertifikat tanah ini selesai. "Ini murni urusan Pandan Wangi. Tidak melibatkan Pertamina," ujar Harun.
Sebagaimana diketahui, Sandiaga Uno dilaporkan oleh advokat Eggy Sudjana ke Mabes Polri. Eggy menduga, mantan direktur utama PT Pandan Wangi Sekartaji itu terlibat dalam penggelapan sebesar US$6,4 juta.
Terkait laporan tersebut, Boy mengatakan penyidik Mabes Polri masih melakukan waktu untuk mengusut kebenarannya. "Masih dipelajari," kata dia.
Wakil Presiden Komunikasi Korporat Pertamina, M Harun mengatakan, Pertamina masih akan menunda pembayaran termin kedua, sebesar US$6,4 juta hingga sengketa sertifikat tanah ini selesai. "Ini murni urusan Pandan Wangi. Tidak melibatkan Pertamina," ujar Harun.
No comments:
Post a Comment