Sepertinya masih banyak karya anak bangsa Indonesia yang diklaim Malaysia. Kali ini lagu kebangsaan Malaysia berjudul "Terang Bulan" dan "Negaraku" diyakini milik Indonesia yang diambil Malaysia. Begitu nyata dan jelas bagaimana Bangsa Malaysia dapat dengan mudah mengklaim kekayaan Budaya Bangsa Indonesia sebagai miliknya. Nah sekarang ketahuan bahwasanya Lagu kebangsaan "Negaraku" instrumennya sama dengan lagu "Terang Bulan".
"Instrumennya sama dan tidak ada yang berbeda, hanya syair lagu berbeda," ujar Konsultan Lokananta Recording, Jaka Irmanta, saat jumpa pers di kantornya di Solo, Jawa Tengah, Jumat (28/9/2009).
Menurut dia, Lokananta baru mengetahui hal ini setelah menginventarisasi lagu asli Indonesia agar tidak diklaim Malaysia kembali. "Lagu 'Terang Bulan' pertama kali diputar di RRI Jakarta pada tahun 1956, sedangkan Malaysia baru merdeka pada 31 Agustus 1957," tandasnya.
Menanggapi hal ini, pada Senin mendatang atau bertepatan dengan peringatan hari kemerdekaan Malaysia, Lokananta akan mendatangi Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta sekaligus memberikan somasi atas lagu tersebut.
Sementara itu, Kepala Perum Lokananta Surakarta Ruktiningsih membantah jika lagu tersebut merupakan pemberian mantan Presiden Soekarno sebagai hadiah atas kemerdekaan Malaysia. "Tidak ada dokumen penyerahan lagu tersebut," pungkasnya.
Sementara itu, Untuk melindungi angklung sebagai salah satu kekayaan budaya Indonesia, Saung Angklung Udjo mulai mendaftarkan angklung ke UNESCO.
Pendaftarannya dilakukan Rabu 26 Agustus 2009 dengan difasilitasi Departemen Pendidikan, Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, dan Departemen kebudayaan dan Pariwisata.
"Jadi angklung didaftarkan sebagai nominasi warisan budaya tak benda (intangible heritage) asli dari Indonesia," kata Direktur Operasional Saung Angklung Udjo Satria Yanuar Akbar di Bandung, Jumat 28 Agustus 2009.
Menurut Satria, sebelum proposal pendaftaran angklung ini diajukan ke UNESCO, pihaknya bersama sejumlah komunitas angklung di tanah air sempat menjadi narasumber dalam sidang verifikasi di Saung Udjo pada tanggal 11 Agustus lalu.
Narasumber itu, kata Satria, terbagi atas dua bagian yaitu masyarakat angklung tradisional seperti dari Banten, Kasepuhan Garut Jawa Barat, dan Ujungberung, dan masyarakat angklung modern yang bergumul di Saung Pak Daeng seperti Saung Angklung Udjo, komunitas angklung di sekolah, dan komunitas masyarakat musik angklung. "Sedikitnya ada 13 komunitas yang tercatat, meski pada kenyataannya lebih dari itu," katanya.
Kini, kata Satria, pihaknya menunggu tahapan verifikasi yang dilakukan UNESCO. Verifikasi dilakukan untuk membuktikan apakah angklung sangat berperan dalam kelangsungan suku bangsa khususnya di Indonesia.
"Jika lolos verifikasi, maka UNESCO akan mengeluarkan sertifikat dan angklung dapat diakui sebagai warisan ahli budaya kita selain tiga budaya lain yang sudah diakui yaitu wayang golek, keris, dan batik," katanya.
Meski menyampaikan penghargaan atas upaya pemerintah memfasilitasi proses pengajuan proposal ini, Satria menilai pemerintah selama ini masih lambat dalam mendaftarkan warisan budaya Indonesia.
Sebagai perbandingan, kata Satria, Cina sudah mendaftarkan lebih dari seribu warisan budayanya dalam kurun waktu 10 tahun. Korea, sudah melakukannya sejak tahun 1995 dan sudah mendaftarakan tidak kurang dari 100 warisan budayanya.
"Sedangkan Indonesia baru melakukannya sejak tahun 2002, itu pun baru empat jenis," katanya.
Di Malaysia angklung diakui sebagai kebudayaan setempat.
Pemerintah Indonesia harus cepat dan dapat bertindak lebih keras untuk dapat mengamankan atas segala kekayaan Budaya dan Kesenian Bangsa. Jangan biarkan dan selalu menghimbau kepada Bangsa yang tidak dapat mengerti dan selalu terus mencoba melakukan pencurian.
No comments:
Post a Comment