Di Indonesia ini hanya ada tiga polisi jujur, yakni polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng. Begitulah setidaknya menurut Abdurahman Wahid alias Gus Dur. Anekdot mantan presiden RI ini sekaligus sindiran karena cuma Hoegeng satu-satunya polisi jujur. Tapi, sebenarnya tahukah Anda, siapa Hoegeng?
Latar belakang
Dia masuk pendidikan HIS pada usia enam tahun, kemudian melanjutkan ke MULO (1934) dan menempuh sekolah menengah di AMS Westers Klasiek (1937). Setelah itu, dia belajar ilmu hukum di Rechts Hoge School Batavia tahun 1940. Sewaktu pendudukan Jepang, dia mengikuti latihan kemiliteran Nippon (1942) dan Koto Keisatsu Ka I-Kai (1943). Baru dia diangkat menjadi Wakil Kepala Polisi Seksi II Jomblang Semarang (1944), Kepala Polisi Jomblang (1945), dan Komandan Polisi Tentara Laut Jawa Tengah (1945-1946). Kemudian mengikuti pendidikan Polisi Akademi dan bekerja di bagian Purel, Jawatan Kepolisian Negara.
Mas Hoegeng di luar kerja terkenal dengan kelompok pemusik Hawaii, The Hawaiian Seniors. Selain ikut menyanyi juga memainkan ukulele. Sering terdengar di Radio Elshinta dengan banyolan khas bersama Mas Yos.
Banyak hal terjadi selama kepemimpinan Kapolri Hoegeng Iman Santoso. Pertama, Hoegeng melakukan pembenahan beberapa bidang yang menyangkut Struktur Organisasi di tingkat Mabes Polri. Hasilnya, struktur yang baru lebih terkesan lebih dinamis dan komunikatif. Kedua, adalah soal perubahan nama pimpinan polisi dan markas besarnya. Berdasarkan Keppres No.52 Tahun 1969, sebutan Panglima Angkatan Kepolisian RI (Pangak) diubah menjadi Kepala Kepolisian RI (Kapolri). Dengan begitu, nama Markas Besar Angkatan Kepolisian pun berubah menjadi Markas Besar Kepolisian (Mabak).
Perubahan itu membawa sejumlah konsekuensi untuk beberapa instansi yang berada di Kapolri. Misalnya, sebutan Panglima Daerah Kepolisian (Pangdak) menjadi Kepala Daerah Kepolisian RI atau Kadapol. Demikian pula sebutan Seskoak menjadi Seskopol. Di bawah kepemimpinan Hoegeng peran serta Polri dalam peta organisasi Polisi Internasional, International Criminal Police Organization (ICPO), semakin aktif. Hal itu ditandai dengan dibukanya Sekretariat National Central Bureau (NCB) Interpol di Jakarta.
Tahun 1950, Hoegeng mengikuti Kursus Orientasi di Provost Marshal General School pada Military Police School Port Gordon, George, Amerika Serikat. Dari situ, dia menjabat Kepala DPKN Kantor Polisi Jawa Timur di Surabaya (1952). Lalu menjadi Kepala Bagian Reserse Kriminil Kantor Polisi Sumatera Utara (1956) di Medan. Tahun 1959, mengikuti pendidikan Pendidikan Brimob dan menjadi seorang Staf Direktorat II Mabes Kepolisian Negara (1960), Kepala Jawatan Imigrasi (1960), Menteri luran Negara (1965), dan menjadi Menteri Sekretaris Kabinet Inti tahun 1966. Setelah Hoegeng pindah ke markas Kepolisian Negara kariernya terus menanjak. Di situ, dia menjabat Deputi Operasi Pangak (1966), dan Deputi Men/Pangak Urusan Operasi juga masih dalam 1966. Terakhir, pada 5 Mei 1968, Hoegeng diangkat menjadi Kepala Kepolisian Negara (tahun 1969, namanya kemudian berubah menjadi Kapolri), menggantikan Soetjipto Joedodihardjo. Hoegeng mengakhiri masa jabatannya pada tanggal 2 Oktober 1971, dan digantikan oleh Drs. Mohamad Hasan.
Penghargaan
Atas semua pengabdiannya kepada negara, Hoegeng Imam Santoso telah menerima sejumlah tanda jasa,
Bintang Gerilya
Bintang Dharma
Bintang Bhayangkara I
Bintang Kartika Eka Paksi I
Bintang Jalasena I
Bintang Swa Buana Paksa I
Satya Lencana Sapta Marga
Satya Lencana Perang Kemerdekaan (I dan II)
Satya Lencana Peringatan Kemerdekaan
Satya Lencana Prasetya Pancawarsa
Satya Lencana Dasa Warsa
Satya Lencana GOM I
Satya Lencana Yana Utama
Satya Lencana Penegak
Satya Lencana Ksatria Tamtama.
Kisah selama Bertugas :
Polisi Kelahiran Pekalongan tahun 1921 ini, sangat gigih dalam menjalankan tugas. Ia bahkan kadang menyamar dalam beberapa penyelidikan. Kasus-kasus besar yang pernah ia tangani antara lain, kasus pemerkosaan Sum tukang jamu gendong atau dikenal dengan kasus Sum Kuning, yang melibatkan anak pejabat. Ia juga pernah membongkar kasus penyelundupan mobil yang dilakukan Robby Tjahjadi, yang notabene dekat dengan keluarga Cendana.
Kasus inilah yang kemudian santer diduga sebagai penyebab pencopotan Hoegeng oleh Soeharto.
Hoegeng dipensiunkan oleh Presiden Soeharto pada usia 49 tahun, di saat ia sedang melakukan pembersihan di jajaran kepolisian. Kabar pencopotan itu diterima Hoegeng secara mendadak. Kemudian Hoegeng ditawarkan Soeharto untuk menjadi duta besar di sebuah Negara di Eropa, namun ia menolak. Alasannya karena ia seorang polisi dan bukan politisi.
“Begitu dipensiunkan, Bapak kemudian mengabarkan pada ibunya. Dan ibunya hanya berpesan, selesaikan tugas dengan kejujuran. Karena kita masih bisa makan nasi dengan garam,” ujar Roelani. “Dan kata-kata itulah yang menguatkan saya,” tambahnya.
Hoegeng memang seorang yang sederhana, ia mengajarkan pada istri dan anak-anaknya arti disiplin dan kejujuran.
Semua keluarga dilarang untuk menggunakan berbagai fasilitas sebagai anak seorang Kapolri. “Bahkan anak-anak tak berani untuk meminta sebuah sepeda pun,” kata Merry.
Kasus inilah yang kemudian santer diduga sebagai penyebab pencopotan Hoegeng oleh Soeharto.
Hoegeng dipensiunkan oleh Presiden Soeharto pada usia 49 tahun, di saat ia sedang melakukan pembersihan di jajaran kepolisian. Kabar pencopotan itu diterima Hoegeng secara mendadak. Kemudian Hoegeng ditawarkan Soeharto untuk menjadi duta besar di sebuah Negara di Eropa, namun ia menolak. Alasannya karena ia seorang polisi dan bukan politisi.
“Begitu dipensiunkan, Bapak kemudian mengabarkan pada ibunya. Dan ibunya hanya berpesan, selesaikan tugas dengan kejujuran. Karena kita masih bisa makan nasi dengan garam,” ujar Roelani. “Dan kata-kata itulah yang menguatkan saya,” tambahnya.
Hoegeng memang seorang yang sederhana, ia mengajarkan pada istri dan anak-anaknya arti disiplin dan kejujuran.
Semua keluarga dilarang untuk menggunakan berbagai fasilitas sebagai anak seorang Kapolri. “Bahkan anak-anak tak berani untuk meminta sebuah sepeda pun,” kata Merry.
No comments:
Post a Comment